Abdullah Kelrey : Fouder Nusa Ina Connection (NIC).
Archipelagotimes.com – Visi pembangunan nasional merupakan kompas yang mengarahkan perjalanan bangsa menuju kemajuan. Dalam periode pemerintahan saat ini, visi besar seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), percepatan infrastruktur, dan transformasi digital menjadi sorotan utama. Namun, sejauh mana implementasi visi ini mampu menjawab kebutuhan masyarakat? Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskinan pada Maret 2024 mencapai 9,36%, yang meski turun dibandingkan tahun sebelumnya, tetap menjadi tantangan besar bagi pemerintahan.
Salah satu fokus pembangunan adalah pemerataan infrastruktur, yang digadang-gadang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Menurut laporan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sepanjang 2023, telah dibangun lebih dari 3.000 km jalan baru. Namun, distribusi pembangunan ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra, meninggalkan daerah tertinggal seperti Maluku dan Papua dalam kesenjangan.
Pembangunan SDM juga menjadi prioritas utama. Pemerintah menargetkan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), yang pada tahun 2023 mencapai 72,31. Meskipun menunjukkan tren positif, upaya ini belum sepenuhnya merata. Masih terdapat disparitas yang mencolok antara wilayah perkotaan dan pedesaan, dengan IPM pedesaan tertinggal hingga 10 poin lebih rendah dibandingkan perkotaan.
Transformasi digital menjadi aspek yang sangat relevan di era globalisasi. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat penetrasi internet pada 2024 telah mencapai 78%, meningkat dari 77% tahun sebelumnya. Meski begitu, hambatan seperti konektivitas di wilayah terpencil dan kesenjangan digital di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah masih menjadi tantangan.
Namun, di tengah upaya mengejar visi pembangunan, berbagai hambatan struktural terus mengemuka. Korupsi, misalnya, masih menjadi momok dalam pelaksanaan kebijakan. Berdasarkan laporan Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2023 stagnan di angka 34, menunjukkan perlunya reformasi birokrasi yang lebih agresif.
Harapan masyarakat terhadap realisasi visi pembangunan nasional tetap tinggi. Survei Litbang Kompas pada Oktober 2024 menunjukkan bahwa 62% responden optimistis terhadap arah pembangunan Indonesia, meskipun mereka juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program pemerintah.
Untuk menjembatani realitas dan harapan ini, pemerintah perlu mengedepankan pendekatan inklusif dalam setiap kebijakan. Pelibatan masyarakat lokal dalam perencanaan pembangunan, penguatan sinergi antara pusat dan daerah, serta komitmen terhadap pemberantasan korupsi adalah langkah strategis yang tak bisa diabaikan.
Mengawal visi pembangunan nasional adalah tugas bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci agar harapan yang telah tertanam tidak hanya menjadi angan-angan, tetapi nyata dirasakan oleh setiap rakyat Indonesia.