Archipelagotimes.com – Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa, mengingatkan masyarakat akan ancaman gempa megathrust di wilayah selatan Jawa. Menurut Rahma, gempa tersebut berpotensi memicu tsunami dahsyat dengan skala yang setara tsunami Aceh 2004.
Dalam keterangannya, Rahma menjelaskan bahwa zona subduksi di selatan Jawa menyimpan energi tektonik yang signifikan. Jika energi ini dilepaskan, gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1 dapat terjadi, memicu gelombang tsunami yang menjalar hingga ke Jakarta melalui Selat Sunda. Berdasarkan simulasi yang dilakukan BRIN, gelombang tsunami dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3–15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pantai utara Jakarta.
Hasil riset BRIN mengungkapkan bahwa gempa megathrust tidak hanya berdampak di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lain. Bahkan, untuk kota-kota padat seperti Jakarta, risiko ini diperparah oleh karakteristik tanahnya yang rentan memperkuat guncangan. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan kerusakan besar pada infrastruktur dan bangunan.
“Jika gempa besar terjadi, guncangan kuat dapat menyebabkan tsunami tinggi yang meluas hingga wilayah pesisir lainnya. Ini adalah ancaman nyata yang harus kita antisipasi,” tegas Rahma.
Fenomena serupa pernah tercatat dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran pada 2006 yang dipicu oleh longsor bawah laut. BRIN juga mencatat bahwa gempa megathrust memiliki periode ulang sekitar 400–600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan terjadi pada 1699, energi tektonik yang terkunci di zona ini kini telah mendekati titik kritis.
Rahma menekankan pentingnya pendekatan mitigasi struktural dan non-struktural untuk mengurangi risiko bencana. Pendekatan struktural mencakup pembangunan tanggul penahan tsunami, penataan kawasan pesisir, serta penguatan bangunan di daerah rawan gempa. Di sisi lain, pendekatan non-struktural melibatkan edukasi masyarakat, pelatihan evakuasi, serta penguatan sistem peringatan dini.
“Penting bagi masyarakat untuk memahami potensi bahaya ini dan memiliki kesiapan menghadapi situasi darurat,” ujar Rahma. “Edukasi dan simulasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa.”
Di wilayah industri seperti Cilegon, ancaman gempa juga dapat memicu risiko sekunder, seperti kebakaran akibat kebocoran bahan kimia. Hal ini memerlukan penerapan standar keamanan yang ketat untuk mencegah dampak berantai.
Memperingati 20 tahun tsunami Aceh, BRIN bersama berbagai pihak terus memperkuat kolaborasi untuk memitigasi risiko gempa dan tsunami di masa depan. Sistem peringatan dini khususnya di Selat Sunda dan selatan Jawa menjadi fokus utama dalam menghadapi potensi megathrust ini.
“Pelajaran dari tsunami Aceh mengajarkan kita pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan untuk melindungi nyawa dan mengurangi dampak kerugian,” kata Rahma.
Melalui langkah mitigasi yang sistematis dan kolaborasi antar lembaga, Indonesia diharapkan siap menghadapi potensi bencana besar di masa mendatang. “Kita mungkin tidak dapat memprediksi kapan gempa akan terjadi, tetapi kita bisa mempersiapkan diri. Kesiapsiagaan adalah perlindungan terbaik,” tutup Rahma.