Archidaily

KPU PBD Dilaporkan ke DKPP-RI atas Dugaan Pelanggaran Etik dalam Pilkada

×

KPU PBD Dilaporkan ke DKPP-RI atas Dugaan Pelanggaran Etik dalam Pilkada

Sebarkan artikel ini

Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP-RI) atas dugaan pelanggaran etik dalam pelaksanaan Pilkada PBD. Laporan ini disampaikan pada Kamis, 30 Januari 2025, pukul 15.20 WIB dengan nomor laporan: 85/02-30/SET-02/I/2025.

Laporan tersebut disampaikan oleh Muh Irfan dan Agustinus Jemahin, kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 01, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw (ARUS).

Dalam pernyataan resminya, Muh Irfan menyatakan bahwa mereka telah melaporkan Ketua KPU Papua Barat Daya, Andarias Daniel Kambu, bersama empat komisionernya, yaitu Jefrry Obeth Kambu, Fatmawati, Alexander Duwid, dan Ghandhi Sirajuddin.

“Kami secara resmi melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisioner KPU Papua Barat Daya ke DKPP RI sejak Kamis lalu,” ujar Muh Irfan kepada media, Jumat (31/1/2025).

Ia menambahkan bahwa berdasarkan materi laporan, KPU dinilai tidak berintegritas dan tidak profesional dalam menjalankan tugas penyelenggaraan Pemilukada.

Irfan menjelaskan bahwa pihaknya menduga ada upaya mendiskualifikasi Abdul Faris Umlati sebagai calon gubernur dengan mengandalkan rekomendasi Bawaslu Papua Barat Daya tanpa penelaahan yang adil terhadap aturan hukum dan perundang-undangan. Menurut mereka, tindakan ini berpotensi merugikan citra dan elektabilitas kliennya di tengah masyarakat.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa akibat tindakan tersebut, tingkat dukungan masyarakat terhadap Abdul Faris Umlati sebagai calon gubernur menurun secara signifikan. Irfan menegaskan bahwa perbuatan tidak profesional dan ketidak hati-hatian oleh KPU telah merusak reputasi kliennya.

Irfan merujuk pada SK 105 Tahun 2024 yang dikeluarkan pada 4 November 2024, yang membatalkan status Abdul Faris Umlati sebagai calon gubernur. Menurutnya, keputusan tersebut dilakukan tanpa dasar yang jelas dan berujung pada pemberhentian sementara para teradu sebagai komisioner KPU.

Dalam konteks ini, KPU RI telah mengeluarkan keputusan untuk mengaktifkan kembali para teradu setelah Mahkamah Agung membatalkan SK 105. Hal ini, menurut Irfan, menunjukkan ketidakprofesionalan dan cacat hukum dalam keputusan yang diambil oleh KPU Papua Barat Daya.

Irfan menekankan bahwa tindakan KPU yang merugikan kliennya patut mendapatkan sanksi tegas. Ia berharap DKPP-RI dapat memeriksa dan memberikan keputusan yang adil terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Dikutip dari pernyataan Muh Irfan, pasal yang menjadi dasar laporan adalah Pasal 456, 457 ayat (1) dan Pasal 458 ayat (182) UU RI No 7 Tahun 2017, serta beberapa pasal dari Peraturan DKPP-RI No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Dengan laporan ini, harapannya adalah untuk menegakkan keadilan dan integritas dalam penyelenggaraan pemilu di Papua Barat Daya, serta memastikan setiap calon mempunyai kesempatan yang adil untuk bertanding dalam Pilkada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!