Melanesiatimes.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana berkolaborasi dengan Aliansi Bali Tidak Diam menggelar aksi demonstrasi damai dengan slogan0 “Indonesia Gelap Darurat Pendidikan” di depan Kantor DPRD Provinsi Bali, pada Senin, 17 Februari 2025. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan pendidikan di Indonesia.
Koordinator lapangan, Indra Adiyasa, menyatakan bahwa munculnya rezim baru di pemerintahan Prabowo-Gibran menimbulkan polemik yang merugikan rakyat. Dia menyoroti Program Makan Bergizi Gratis yang dicanangkan Prabowo melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025, yang menghabiskan anggaran hingga Rp 420 triliun per tahun, namun berdampak pada pemotongan anggaran untuk pendidikan.
“Dengan pemotongan anggaran Kemendikbud sebesar Rp 14,31 triliun, banyak program strategis seperti Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) terancam. Kebijakan ini justru mengorbankan masa depan generasi muda,” ujarnya kepada wartawan.
Indra menambahkan bahwa meskipun perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh stabil, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan menginisiasi program-program prioritas, termasuk Makan Bergizi Gratis untuk lebih dari 82 juta siswa dan ibu hamil. Namun, tantangan dalam pengelolaan anggaran menjadi sorotan utama.
Daftar prioritas yang seharusnya memprioritaskan pendidikan tinggi kini terhalang. Indra menegaskan, tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan juga terancam akibat pemangkasan anggaran. “Ketidakpastian ini dapat menurunkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik,” ujarnya.
Disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4), negara wajib mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN. Namun, jika anggaran untuk Program Makan Bergizi Gratis dihapus, alokasi untuk pendidikan hanya mencapai 18%, bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Indra juga mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan dapat berakibat fatal. “Krisis pendidikan membutuhkan evaluasi menyeluruh dengan melihat kembali kebijakan yang ada. Program Makan Bergizi Gratis perlu dikaji ulang agar tidak mengorbankan pendidikan,” tegasnya.
Masalah mencuat ketika ketidakjelasan dalam pembayaran Tunjangan Kinerja dosen terungkap, sementara pembaruan UU Minerba juga memicu kontroversi. “Memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang dapat mengalihkan fokus dari pendidikan menjadi bisnis, yang sangat berisiko,” ungkap Indra.
Kendala lainnya adalah ketimpangan akses pendidikan di daerah yang masih terbelakang. “Perguruan tinggi di daerah terpencil sering kali kurang mendapat dukungan fasilitas dan pendanaan yang memadai,” imbuhnya.
Melalui aksi ini, BEM dan Aliansi Bali Tidak Diam mengeluarkan pernyataan tegas. Mereka menuntut pencabutan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan surat Menteri Keuangan yang dianggap merugikan masyarakat.
“Mendesak pemerintah untuk segera mengkaji ulang kebijakan Makan Bergizi Gratis dan menempatkan pendidikan serta kesehatan sebagai prioritas utama,” tambah Indra.
Mereka juga menuntut pemerintah agar segera membayarkan dan menganggarkan Tunjangan Kinerja Dosen. “Kewajiban ini harus dipenuhi sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 dan UU Nomor 14 Tahun 2005,” jelasnya.
Poin-poin lain yang disoroti adalah penolakan terhadap perguruan tinggi mengurus izin tambang dan tuntutan untuk pemerataan pendidikan tinggi. “Kami meminta Presiden Republik Indonesia untuk mewujudkan akses pendidikan yang setara untuk seluruh masyarakat,” pungkas Indra.
Dengan semangat keadilan dan pendidikan, gerakan ini diharapkan akan menggugah kesadaran masyarakat dan pemerintah mengenai urgensi pemenuhan hak atas pendidikan yang berkualitas.