TAMBRAUW – SMA Negeri 3 Kebar di Kabupaten Tambrauw tengah menghadapi tantangan serius akibat sengketa pemalangan sekolah. Aktivis dari Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP), Robert Nauw, menuntut Dinas Pendidikan kabupaten tersebut serta instansi terkait di tingkat provinsi untuk segera berkolaborasi agar masalah ini bisa diselesaikan dengan damai. Jumat (28/02/2025).
Robert menegaskan pentingnya keberadaan jalan keluar bagi pemilik tanah adat dan pihak sekolah, demi kembalinya proses belajar mengajar yang normal. “Sengketa ini telah berlangsung selama satu tahun, dari tanggal 7 Maret 2024 hingga kini. Apa yang akan terjadi dengan nasib 73 siswa dari kelas 10 hingga 12 di SMA Negeri 3 Kebar?” tanyanya retoris kepada wartawan.
Siswa-siswa tersebut, menurut Robert, terjebak dalam situasi yang berkepanjangan ini, yang berdampak negatif pada masa depan mereka. “Nasib anak-anak di distrik Kebar memang sangat memprihatinkan. Ini jauh dari harapan baru,” jelas Robert, berharap agar pemerintah dapat berkontribusi positif.
Ia juga menyampaikan bahwa meskipun aktivitas belajar terpaksa dipindahkan ke sekolah lain, kondisi pemalangan satu tahun ini adalah hal yang fatal bagi pendidikan. “Hanya tinggal satu minggu lagi genap satu tahun sekolah ini dipalang. Aktivitas sekolah sudah terhenti terlalu lama,” tambahnya.
Menggali lebih dalam, Robert menjelaskan bahwa sengketa ini telah mencakup mediasi oleh berbagai pihak, termasuk Dinas Pendidikan kabupaten dan kepolisian setempat. Namun, upaya negosiasi yang dilakukan pada 15 Agustus 2024 mengalami kegagalan karena ketidakmampuan pihak sekolah dalam memenuhi permintaan ganti rugi lahan.
“Proses negosiasi dihadiri oleh Babinsa, Babinkamtibmas, dan pemangku kepentingan lainnya, tetapi kesepakatan tak tercapai. Akibatnya, aktivitas sekolah di SMA Negeri 3 Kebar hingga sekarang masih terhambat,” kata Robert menekankan urgensi penyelesaian masalah ini.
Situasi ini menunjukkan bahwa penting bagi pemerintah untuk segera menindaklanjuti dan mencari solusi agar pendidikan tetap berjalan tanpa kendala. “Kami berharap ada perhatian serius dari pemerintah kabupaten dan provinsi dalam menyelesaikan permasalahan ini,” imbau Robert.
Tanpa adanya tindakan nyata, masa depan siswa-siswa yang terancam akan semakin kelam, dan hal ini tentunya perlu diperhatikan oleh semua pihak yang peduli terhadap pendidikan di Papua Barat Daya.
Robert Nauw menekankan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak, dan semua pihak harus bersinergi untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Pendidikan yang baik adalah masa depan yang cerah bagi anak-anak kita.”
Dalam penutupnya, Robert berharap agar pemerintah dapat segera mengadakan dialog konstruktif untuk menyelesaikan sengketa ini sehingga SMA Negeri 3 Kebar dapat kembali beroperasi dengan normal demi kesejahteraan siswa-siswa di daerah tersebut.