Oleh : Ilham Husein (Rakyat Biasa)
Archipelagotimes.com – Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, selalu berada dalam tarik-menarik antara eksploitasi ekonomi dan keadilan sosial. Di satu sisi, tambang membuka peluang investasi dan menambah pendapatan negara. Namun, di sisi lain, pertambangan sering kali mengabaikan hak masyarakat lokal, merusak lingkungan, dan memunculkan ketimpangan sosial.
Pertanyaannya, apakah nilai-nilai Pancasila—khususnya keadilan sosial—masih relevan di meja perundingan tambang?
Korporasi vs. Rakyat: Siapa yang Diuntungkan?
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus tambang menunjukkan bahwa kepentingan perusahaan besar lebih dominan dibandingkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Kasus perampasan lahan di beberapa daerah menunjukkan bagaimana masyarakat adat sering kali terpinggirkan.
Dampak lingkungan dari eksploitasi tambang menyebabkan kerusakan ekosistem yang sulit dipulihkan.
Regulasi tambang kerap kali memihak pada investasi besar tanpa mempertimbangkan keseimbangan sosial dan ekologis.
Peran Pemerintah: Pengawas atau Pemain?
Pemerintah diharapkan menjadi penjaga keseimbangan antara investasi dan kesejahteraan rakyat. Namun, realitanya, banyak kebijakan yang justru mempermudah ekspansi industri tambang, bahkan di kawasan yang seharusnya dilindungi.
Apakah ini berarti Pancasila benar-benar kalah di meja tambang? Atau masih ada harapan untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial dalam kebijakan pertambangan nasional?
Solusi: Mungkinkah Tambang Berjalan Seiring dengan Pancasila?
Beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyelaraskan industri tambang dengan nilai-nilai Pancasila:
1. Transparansi dalam regulasi – Masyarakat harus memiliki akses informasi terkait izin tambang dan dampaknya.
2. Peningkatan pengawasan – Lembaga independen perlu diperkuat untuk mengawasi eksploitasi tambang.
3. Pemberdayaan masyarakat lokal – Tambang seharusnya membawa manfaat langsung bagi penduduk sekitar, bukan justru menyingkirkan mereka.
4. Rehabilitasi lingkungan – Perusahaan tambang wajib memiliki program berkelanjutan untuk memulihkan lahan bekas tambang.
Pertambangan memang menjadi pilar ekonomi nasional, tetapi tanpa kontrol yang kuat, ia bisa menjadi ancaman bagi keadilan sosial dan keseimbangan ekologi. Jika ingin mempertahankan nilai-nilai Pancasila, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat menuntut pertambangan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.
Apakah kita siap untuk menegakkan keadilan sosial di sektor tambang? Atau kita akan membiarkan Pancasila terus kalah di meja perundingan?