Archidaily

Dampak Lingkungan Hidup untuk Petani: Tambang, Cuan, dan Air Mata

×

Dampak Lingkungan Hidup untuk Petani: Tambang, Cuan, dan Air Mata

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ilham Husein (Rakyat Biasa)

Archipelagotimes.com – Indonesia, negeri kaya sumber daya alam, tapi entah kenapa yang makin kaya cuma segelintir orang. Sementara di sisi lain, para petani harus gigit jari karena sawah mereka berubah jadi lahan tandus, air kotor, dan udara penuh debu. Penyebabnya? Tambang, bos!

Ketika Sawah Berubah Jadi Kolam Lumpur
Dulu, tanah subur itu jadi tempat padi tumbuh lebat, kini malah jadi lahan bekas galian yang kalau hujan turun berubah jadi danau dadakan. Airnya? Jangan harap bisa dipakai buat irigasi, karena sudah bercampur dengan limbah tambang. Akibatnya, hasil panen jeblok, petani rugi, dan harga beras malah naik. Ibarat kata, yang senang bukan rakyat, tapi para pengusaha tambang yang dompetnya makin tebal.

Air yang Tak Lagi Jernih, Nasib yang Tak Lagi Pasti
Sungai yang dulu jadi sumber kehidupan warga sekarang berubah warna, kadang cokelat, kadang kehitaman, tergantung “ramuan” yang dicampurkan oleh aktivitas tambang di hulu. Air bersih yang dulu gratis kini harus beli galon. Sementara itu, ikan-ikan yang biasanya jadi lauk kini lebih sering ditemukan mengapung alias mati keracunan.

Janji Manis yang Berujung Pahit
Saat izin tambang keluar, janji-janji investasi, kesejahteraan, dan perbaikan infrastruktur dilontarkan bak puisi indah. Nyatanya? Jalanan rusak karena dilewati truk-truk raksasa, debu beterbangan sampai masuk ke piring makan, dan warga malah lebih sering sakit paru-paru daripada dapat cuan. Kalau protes? Dibilang anti-kemajuan! Padahal yang kaya segelintir, yang menderita banyak.

Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Regulasi ada, pengawasan ada, tapi kenapa dampaknya tetap kacau? Apakah ada yang tutup mata? Atau tutup telinga? Yang jelas, rakyat kecil harus menanggung akibat dari kerakusan yang tak terkendali. Pertanyaannya: sampai kapan?

Tambang memang menghasilkan devisa, tapi kalau mengorbankan petani, lingkungan, dan kehidupan generasi mendatang, masihkah bisa disebut kemajuan? Atau ini cuma bisnis yang menyisakan jejak kehancuran?

Saatnya berpikir ulang, sebelum yang tersisa hanya tanah gersang dan cerita pahit anak cucu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!