More Articles

RUU TNI-Polri: Jalan Sunyi Demokrasi yang Terancam?

×

RUU TNI-Polri: Jalan Sunyi Demokrasi yang Terancam?

Sebarkan artikel ini
Aksi Mahasiswa
Foto Aksi Tolak RUU TNI - POLRI (monitor.co.id).

Archipelagotimes.com – Pada tahun 2024 hingga awal 2025, wacana revisi Undang-Undang TNI dan Polri mencuat dan memantik reaksi keras dari masyarakat sipil. Banyak pihak menilai kedua RUU ini membuka celah perluasan kewenangan aparat militer dan kepolisian dalam kehidupan sipil, yang dikhawatirkan mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Tulisan ini menganalisis secara mendalam dinamika politik, aktor, dan konsekuensi dari RUU ini terhadap masa depan reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Kronologi Kejadian

Oktober 2024: DPR memasukkan revisi UU TNI dan Polri ke Prolegnas Prioritas 2025.

November 2024: Draf bocor ke publik, memuat pasal perluasan tugas TNI di luar operasi militer, serta peran Polri dalam sektor sipil seperti pengawasan digital.

Desember 2024 – Februari 2025: Gelombang penolakan muncul dari akademisi, LSM HAM, dan mahasiswa.

Maret 2025: DPR tetap melanjutkan pembahasan tertutup; Presiden belum memberi sinyal sikap jelas.

April 2025: Aksi besar-besaran di Jakarta dan kota-kota besar menuntut pembatalan RUU.

Pemetaan Aktor dan Kepentingan

Aktor Utama:

TNI dan Polri: Ingin memperkuat peran dalam urusan non-militer seperti keamanan siber, infrastruktur strategis, dan penanganan konflik horizontal.

DPR Komisi I dan III: Mendorong percepatan revisi dengan alasan ‘penyesuaian zaman’.

Aktor Sekunder:

Organisasi Sipil (KontraS, YLBHI, Imparsial): Menolak perluasan kewenangan aparat.

Media Alternatif & Mahasiswa: Menggalang gerakan penolakan digital dan turun ke jalan.

Elit Politik Pro-Keuatan Negara: Mendorong agenda stabilitas menjelang konsolidasi pemerintahan baru 2025.

Analisis Masalah

Inti Masalah: Revisi RUU dinilai melanggar prinsip civil supremacy dan berpotensi menciptakan kembali dwifungsi ABRI dalam format baru.

Pelanggaran Potensial: Pasal perluasan fungsi TNI tanpa kontrol sipil yang kuat dinilai melanggar UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).

Motif Terselubung: Dugaan kepentingan elite mempertahankan pengaruh melalui instrumen keamanan negara.

Dampak Kasus

Jangka Pendek : Ketegangan sosial meningkat.

Turunnya indeks demokrasi Indonesia (Freedom House 2025: dari 61 ke 58).

Jangka Panjang:

Normalisasi peran militer dalam urusan sipil.

Potensi represi terhadap aktivisme, media independen, dan masyarakat adat.

 

Data dan Fakta Pendukung

Laporan KontraS (Februari 2025): 12 pasal bermasalah dalam RUU TNI-Polri.

Freedom House Report (Maret 2025): Indonesia mencatat kemunduran dalam kebebasan sipil.

Survei Indikator Politik (Maret 2025): 67% responden menolak militer aktif dalam urusan sipil.

Perbandingan Kasus:

Thailand (2014) : Militer mengkonsolidasikan kekuasaan pasca-revisi UU serupa.

Myanmar (2010) : Peran militer dalam konstitusi memperkuat otoritarianisme.

Analisis Strategis atau Teoritis

Teori: Security Sector Reform (SSR) – Menekankan pentingnya kontrol sipil terhadap institusi keamanan.

Analisis SWOT:

Strength: Memperkuat peran negara dalam menghadapi ancaman non-konvensional.

Weakness: Lemahnya mekanisme akuntabilitas publik.

Opportunity: Reformasi kelembagaan TNI-Polri lebih profesional.

Threat: Militerisme gaya baru dan kemunduran demokrasi.

Respons dan Penanganan

Pemerintah Pusat: Belum mengambil sikap resmi. Istana cenderung ‘wait and see’.

Menkopolhukam: Menyatakan perlu dialog terbuka namun tidak menolak substansi RUU.

Publik: Tagar #TolakRUUTNIPolri trending di media sosial selama 3 minggu.

Media Arus Utama: Mayoritas menampilkan pemberitaan netral, beberapa kritis.

Prediksi dan Skenario

Skenario Terbaik: RUU ditarik atau direvisi total melalui konsultasi publik luas.

Skenario Terburuk: RUU disahkan dalam sidang paripurna, menimbulkan krisis legitimasi dan gelombang protes nasional.

Prediksi: Tekanan publik akan memaksa revisi terbatas namun tidak menyentuh substansi inti yang dipermasalahkan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan: RUU TNI dan Polri merupakan titik kritis dalam demokrasi Indonesia. Tanpa kontrol sipil yang kuat, revisi ini berpotensi membuka jalan bagi represi dan militerisme gaya baru.

Rekomendasi:

  • Pemerintah harus melakukan moratorium pembahasan.
  • DPR wajib membuka ruang partisipasi publik.
  • Dibentuk Tim Independen Evaluasi Reformasi Sektor Keamanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!