Semua Orang Adalah Koruptor?

×

Semua Orang Adalah Koruptor?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

Khusus buat kamu yang masih peduli terhadap Nusantara, negeri nan cantik, penuh dengan beragam budaya dan sumberdaya alam.

Archipelagotimes.com – Di tengah riuhnya Jakarta pada jam pulang kantor, seorang perempuan paruh baya berdiri mematung di pelican crossing, menatap mobil-mobil mewah yang enggan berhenti meski lampu merah menyala. Ia baru saja mengantar cucunya dari sekolah, berjalan kaki karena angkot tak bisa dipercaya. Di sisi lain jalan, seorang pria berdasi masuk ke mobil dinas berpelat merah, sambil menutup telepon dan berkata, “Saya usahakan, asal ada pelicin.” Dua dunia yang hanya dipisahkan oleh aspal, namun sejauh samudera jika bicara tentang keadilan.

Menurut survei LIPI tahun 2024, 72% warga kelas menengah-bawah percaya bahwa ‘orang kecil harus cari jalan pintas’ untuk bertahan hidup, termasuk menyogok petugas atau menilep uang kas RT. Ironisnya, di saat yang sama, 68% dari kelas atas juga merasa “normal” memberi uang pelicin demi mempercepat urusan izin atau proyek. Apakah ini warisan budaya gotong royong yang keblinger atau mentalitas survival yang salah arah?

Di warung kopi pojok terminal, Pak De Slamet nyeletuk, “Kalau nyogok biar anak lolos PNS itu salah, berarti semua tetangga saya masuk neraka.” Gelak tawa pecah, tapi ada getir di ujungnya. Kita begitu pandai menyulap kejahatan menjadi kelucuan, seperti menamai ‘amplop’ dengan istilah ‘bumbu dapur’ atau ‘tali silaturahmi’. Nusantara memang kaya, termasuk dalam menciptakan diksi untuk membungkus kebobrokan.

Kalau semua orang merasa tak punya pilihan selain menyogok, mencuri, atau menutup mata atas korupsi kecil, siapa sebenarnya yang bisa disebut “koruptor”? Apakah korupsi hanya soal angka miliaran, atau juga tentang etika yang kita langgar dalam keseharian?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *