Pemerintah Dianggap Gagal Jaga Amanat Reformasi, Rakyat Mulai Bergerak

Archipelagotimes.com – Pernyataan Presiden dalam wawancara eksklusif bersama enam jurnalis pada Minggu, 6 April 2025, di Hambalang, langsung memantik reaksi keras dari berbagai elemen sipil. Salah satunya datang dari Ali Mansur Monesa, pendiri Fondeur Bopulo Connection, yang menilai bahwa pemerintah saat ini mulai kehilangan arah dalam menegakkan nilai-nilai reformasi dan demokrasi.

“Gerakan rakyat yang marak belakangan ini adalah alarm keras. Ketika suara rakyat terus dibungkam atau dibalas dengan curiga dan sarkasme, itu tandanya negara sedang menjauh dari prinsip demokrasi sejati,” ungkap Ali Mansur dalam pernyataannya kepada media.

Ia menyoroti sejumlah isu besar yang kini tengah menjadi sorotan publik, mulai dari kebijakan efisiensi anggaran, pembahasan RUU TNI dan Polri, hingga RKUHP yang dinilai belum cukup transparan. Menurutnya, keterbukaan informasi seharusnya menjadi standar dalam sistem demokrasi, bukan malah menjadi barang langka.

Demokrasi Hanya Retorika?

“Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Tapi ketika aspirasi rakyat malah direspons dengan kecurigaan, itu menunjukkan kemunduran,” ujar Ali. Ia menyebut bahwa krisis kepercayaan terhadap pemerintah bisa menjadi awal dari munculnya gelombang populisme atau bahkan revolusi sosial.

Ia menuding bahwa kebijakan-kebijakan saat ini gagal menjawab dua persoalan klasik: pendidikan dan ekonomi. “Setiap pemilu, dua isu ini dijadikan jargon. Tapi realitasnya? Kemiskinan dan pengangguran tetap menjamur, meski sumber daya negeri ini melimpah,” lanjutnya.

Pemerintah Harus Mendengar, Bukan Mencurigai

Ali juga menegaskan bahwa demonstrasi dan simbol-simbol protes publik bukanlah bentuk makar, melainkan ekspresi cinta terhadap negeri. “Negara hanya akan tetap eksis jika diakui oleh rakyat. Jika suara rakyat terus diabaikan, itu bukan hanya tanda kegagalan, tapi juga tanda runtuhnya legitimasi kekuasaan.”

Ia mengajak pemerintah untuk tidak memanipulasi kepentingan demi kelompok tertentu, dan sebaliknya membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil sebagai pemilik sah kedaulatan negara.