Archipelagotimes.com – Polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan kembali mencuat ke permukaan. RUU yang sedang dibahas di DPR RI ini dinilai berpotensi memperluas kekuasaan kejaksaan tanpa pengawasan eksternal yang seimbang. Kritik keras datang dari Abdullah Kelrey, Founder Nusa Ina Connection (NIC), yang menyebut RUU ini sebagai ancaman nyata terhadap prinsip demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.
“Jika kejaksaan diberi kewenangan luar biasa tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, kita justru membuka pintu impunitas,” tegas Abdullah Kelrey saat diwawancarai, Minggu (4/5/2025). “Dalam sistem demokrasi yang sehat, semua lembaga negara harus tunduk pada prinsip checks and balances. Tanpa itu, kita hanya menciptakan superpower hukum yang tak tersentuh.”
RUU Kejaksaan antara lain memuat pasal-pasal yang memperkuat posisi kejaksaan dalam proses penyelidikan dan penuntutan, termasuk pelibatan dalam urusan intelijen serta pengawasan terhadap aparat penegak hukum lainnya. Namun, dalam draf tersebut, tidak ada skema pengawasan eksternal yang independen, sebuah celah yang dinilai berbahaya oleh para pengamat.
Kelrey juga menyoroti risiko politisasi hukum jika kejaksaan menjadi terlalu kuat. “Di negara demokratis, kekuasaan absolut bukan solusi. Itu hanya menambah daftar panjang penyalahgunaan wewenang,” kata dia. Menurutnya, yang dibutuhkan justru adalah reformasi menyeluruh terhadap lembaga kejaksaan dengan memperkuat akuntabilitas dan transparansi.
Kelrey berharap publik lebih kritis dan aktif mengawal pembahasan RUU ini. “Tolak sebelum terlambat. Kita butuh sistem hukum yang adil, bukan yang represif,” pungkasnya.
RUU Kejaksaan kini tengah memasuki tahap pembahasan intensif di DPR. Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar pembahasan dihentikan sementara waktu hingga ada kajian publik yang lebih komprehensif.