Archipelagotimes.com – Tiap kali musim pemilu datang, janji kampanye menyeruak seperti notifikasi di ponsel—ramai, menggugah, tapi seringkali menguap tanpa jejak. Dari program makan siang gratis hingga subsidi digital, para kandidat berlomba menjual mimpi. Data dari LIPI (2024) menunjukkan bahwa 72% pemilih muda merasa skeptis terhadap janji politik yang berulang, namun ironisnya, 64% tetap terpengaruh oleh narasi kampanye yang dikemas menarik di media sosial. Ini bukan hanya soal retorika; ini soal memori kolektif yang mudah dilupakan.
Amnesia politik bukan cuma mitos. Begitu hasil pemilu diumumkan, banyak dari kita lebih sibuk bikin konten “pemimpin baru vibes” ketimbang mengawal realisasi janji. Akibatnya? Program strategis yang dijanjikan saat debat capres perlahan tenggelam di timeline. Riset dari CSIS (2023) mencatat bahwa hanya 38% dari janji kampanye nasional yang benar-benar dilaksanakan dalam lima tahun terakhir. Ini jadi tanda tanya besar: siapa yang salah, pemimpin yang lupa atau kita yang mudah move on?
Sobat netizen, saatnya upgrade peran kita dari penonton jadi pengingat digital. Jangan cuma jadi buzzer pas kampanye, tapi jadi watchdog saat mereka duduk di kursi kekuasaan. Yuk, tulis pendapatmu di kolom komentar—janji kampanye mana yang menurut kamu paling “halu”? Dan apa yang bisa kita lakukan biar demokrasi nggak jadi sekadar konten viral lima tahunan?