Sindiran Pedas Buat yang Suka “Cuci Citra” Pakai Angka
Archipelagotimes.com – Survei politik seharusnya jadi alat untuk menangkap suara rakyat. Tapi belakangan, fungsi mulia itu sering disulap jadi mesin pencuci citra para kandidat. Hasil survei tiba-tiba melonjak bak saham startup setelah naik gaji menteri. Media pun ramai memberitakan seolah-olah hasil itu adalah firman dari langit. Padahal bisa jadi, semua hanya strategi branding yang disulap lewat angka.
Survei sekarang bukan lagi tentang siapa disukai rakyat, tapi siapa yang mampu bayar untuk disukai. Statistik jadi kosmetik. Angka-angka elektabilitas dibentuk seperti konten endorsement—asal viral, soal validitas nanti dulu.
Kita jadi saksi bagaimana media ikut andil mempertebal citra palsu. Headline bombastis, infografis warna-warni, dan narasi “unggul telak” terus dibombardirkan tanpa memberi ruang bagi publik untuk mengkritisi metodologi. Publik disodori hasil tanpa tahu prosesnya. Siapa yang disurvei? Bagaimana sampelnya? Apa pertanyaannya? Semua dibungkus rapi agar tak banyak yang bertanya.
Ironisnya, permainan ini sering berhasil. Banyak pemilih yang mulai percaya pada “angka” ketimbang rekam jejak. Akhirnya, kita lebih sibuk bicara soal siapa yang unggul di survei, bukan siapa yang pantas memimpin.
Dan inilah yang bikin politik kita terasa bersih—tapi karena dicuci pakai “sabun survei”. Bersih dari kritik, bersih dari data valid, bersih dari realitas.
Tapi tunggu dulu, ini bukan sekadar sindiran. Ini ajakan untuk waspada. Jangan telan mentah-mentah hasil polling tanpa lihat siapa yang bikin dan kenapa dibikin. Boleh baca survei, tapi jangan sampai dibohongi.
Setuju atau punya pandangan lain soal survei yang makin mirip strategi marketing? Tulis pendapatmu di kolom komentar, dan kiirm via kontak whastaapp/email kami untuk di terbitkan!