Archipelagotimes.com – Proses pengangkatan pemimpin baru di Negeri Urimessing, Ambon, tengah diselimuti polemik. Setelah wafatnya Raja sebelumnya, Yohannes Tisera, pada 23 September 2024, kini mencuat penolakan keras dari keluarga besar keturunan P.S. Tisera atas rencana pelantikan Fellix Audhy Tisera sebagai Raja baru.
Keluarga dan keturunan langsung P.S. Tisera menuding bahwa proses pencalonan berlangsung secara sepihak, tanpa melibatkan seluruh anggota Mata Rumah Parentah Tisera, sebagaimana diamanatkan dalam hukum adat dan peraturan yang berlaku.
“Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal prosedur dan hak yang diabaikan,” ungkap Mario Tisera, salah satu ahli waris garis lurus P.S. Tisera, Kamis (29/5/2025).
Sorotan Pelanggaran Hukum dan Adat
Pihak yang menolak pencalonan menyebut sedikitnya enam aturan yang dianggap telah dilanggar, antara lain:
-
UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menjamin pengakuan atas hak-hak masyarakat hukum adat;
-
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Pasal 103–104) mengenai hak desa adat;
-
UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Pasal 10) yang menekankan asas partisipatif, transparansi, dan kepastian hukum;
-
Perda Kota Ambon No. 10 Tahun 2017 yang mewajibkan musyawarah adat dalam pengangkatan raja;
-
Peraturan Negeri Urimessing No. 01 Tahun 2022, khususnya Pasal 3 ayat (2), yang menegaskan bahwa hanya keturunan P.S. Tisera yang berhak menjadi Raja.
Poin Kejanggalan:
-
Garis keturunan Fellix Audhy Tisera dinilai tidak memenuhi syarat karena tidak berasal dari garis lurus P.S. Tisera dan tidak termasuk dalam Slack Boom yang memiliki hak parentah.
-
Rapat awal pencalonan yang digelar 4 Desember 2024 dipimpin Ferry Tisera tanpa melibatkan semua ahli waris. Rapat ini menjadi dasar usulan calon tunggal.
-
Musyawarah lanjutan pada 13 Desember 2024 dianggap tidak sah, tidak ada mufakat maupun voting resmi. Anehnya, berita acara menyatakan dukungan terhadap satu nama, tanpa tanda tangan persetujuan peserta.
-
Keberatan resmi yang dikirimkan 12 Desember 2024 oleh pihak keluarga juga tidak digubris.
-
Pelantikan oleh Wali Kota Ambon dinilai berpotensi melanggar asas-asas pemerintahan yang baik (AUPB).
Dugaan Penyimpangan Tambahan
Lebih jauh, muncul pula dugaan pemalsuan dokumen musyawarah, pengaburan garis keturunan, hingga penunjukan calon melalui mekanisme yang tidak sesuai peraturan negeri. Rekam jejak Ferry Tisera yang pernah kalah dalam sengketa adat dengan Raja terdahulu turut dipertanyakan.
Tuntutan Keluarga
Dengan mempertimbangkan sederet pelanggaran ini, keluarga besar P.S. Tisera meminta agar Pemerintah Kota Ambon menunda pelantikan Fellix Audhy Tisera. Mereka mendesak agar proses pemilihan dilakukan secara inklusif, transparan, dan taat pada hukum adat serta peraturan daerah yang berlaku.
“Raja bukan sekadar jabatan, tapi simbol adat. Kalau prosesnya cacat, legitimasi pemimpin pun hilang,” tegas Mario Tisera.
Polemik ini menyoroti pentingnya menjaga marwah hukum adat dalam sistem pemerintahan lokal. Di tengah modernisasi, penghormatan terhadap prinsip-prinsip adat dan keterlibatan seluruh unsur masyarakat tetap menjadi kunci keadilan dan keberlanjutan.