Archipelagotimes.com – Antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan makin serius. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menggandeng Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) untuk memperkuat barisan industri sawit dalam mencegah bencana tahunan ini.
“Gapki punya peran kunci buat memastikan seluruh pelaku industri kelapa sawit patuh sama standar operasional yang ramah lingkungan. Mereka juga jadi corong penting dalam pengendalian karhutla,” kata Hanif, Selasa (27/5/2025).
Pemerintah bahkan mengambil langkah tegas: semua perusahaan sawit didorong—atau lebih tepatnya ‘diwajibkan’—untuk bergabung dalam Gapki. Nggak main-main, keanggotaan Gapki bakal jadi salah satu syarat mendapatkan sertifikasi Proper dari pemerintah.
“Ke depan, semua perusahaan sawit yang mau dapat sertifikat Proper, harus jadi anggota Gapki,” tegas Hanif.
Mengacu pada data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Sumatera Selatan diprediksi mulai masuk musim kemarau pada Juni hingga Oktober 2025. Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis, mengingatkan Pemda setempat untuk siaga penuh. Suhu yang meningkat akibat dampak La Nina tahun lalu bisa bikin kemarau kali ini jadi lebih ‘panas’.
Meski begitu, hingga akhir Mei 2025 ini, baru terdeteksi lima titik api (fire spot) dengan luas kebakaran sekitar 5 hektare. Menurut Hanif, ini membuat Sumsel jadi provinsi nomor dua terbawah dalam daftar potensi karhutla saat ini. Tapi jangan lengah dulu, karena puncak musim kering belum tiba.
Pemerintah berharap, lewat kolaborasi dengan Gapki, industri sawit di Indonesia bisa lebih tanggap menghadapi ancaman karhutla, sekaligus membuktikan komitmen terhadap praktik bisnis berkelanjutan.
🟢 “Kita harus bareng-bareng jaga hutan, bukan cuma biar nggak kebakar, tapi juga demi masa depan industri dan lingkungan yang lebih sehat,” tutup Hanif.