More Articles

Selamat Hari Lahir Pancasila, Semoga yang Lain Juga Lahirkan Nurani

×

Selamat Hari Lahir Pancasila, Semoga yang Lain Juga Lahirkan Nurani

Sebarkan artikel ini
Lambang Pancasila
Lambang Pancasila (Ist)

Dukungan kalian bikin semangat terus berkarya! Kalau suka kontennya, boleh banget traktir kopi via Saweria

Archipepagotimes.com – Tanggal 1 Juni datang lagi. Lagu “Garuda Pancasila” kembali menggema, bendera dikibarkan, dan tentu saja: pidato formal dari ujung ke ujung. Tapi di tengah semua perayaan itu, satu hal masih belum ikut lahir—nurani.

Iya, nurani. Benda abstrak yang dulu katanya jadi dasar moral, sekarang nasibnya lebih mirip sinyal di pelosok: kadang muncul, seringnya hilang. Padahal kalau kita bicara Pancasila, nilai-nilainya bukan sekadar hafalan, tapi harusnya jadi kompas etika. Tapi sayangnya, kompas itu sepertinya sedang rusak—arahnya selalu menunjuk ke arah dompet sendiri.

Apa gunanya kita rayakan Hari Lahir Pancasila, kalau nurani publik masih ngumpet di bawah meja rapat, atau tertutup di balik jas resmi? Kita bilang kita menjunjung kemanusiaan, tapi berita soal anak-anak stunting, tenaga medis tanpa alat, dan petani dibayar murah masih tiap hari mampir di beranda.

Coba bayangkan: jika Pancasila itu manusia, dia mungkin sedang duduk termenung, nonton rakyatnya disuruh sabar terus, sementara yang duduk di atas asyik bagi-bagi jatah. Kalau nurani ikut lahir tiap 1 Juni, mungkin sistem kita gak bakal sepelik ini. Tapi faktanya? Yang lahir terus malah kebijakan absurd dan statement pejabat yang bikin dahi berkerut.

Nurani bukan teori. Dia adalah tindakan kecil yang bikin negara ini layak ditinggali. Tapi karena dia gak viral, gak dibacakan di upacara, dan gak bisa dijadikan bahan kampanye, jadilah ia tersisih. Seolah-olah, semakin tinggi posisi seseorang, semakin jauh dia dari nuraninya sendiri.

Hari Lahir Pancasila seharusnya bukan sekadar ritual kenegaraan. Ia adalah pengingat bahwa negara ini dibangun atas dasar empati dan rasa saling peduli. Tapi sayang, makin ke sini, yang lahir malah ego sektoral, kepentingan pribadi, dan drama politik.

Jadi, selamat Hari Lahir Pancasila. Tapi kalau boleh minta kado, bukan kembang api, bukan juga baliho. Cukup satu aja: semoga para pemegang kekuasaan bisa melahirkan kembali nurani yang selama ini hilang entah ke mana.

Karena yang rakyat butuhkan bukan pidato panjang, tapi tindakan nyata yang lahir dari hati. Dan selama nurani belum ikut lahir, Pancasila akan terus jadi hafalan, bukan pedoman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!