Archipelagotimes.com – Di balik panorama hijau dan budaya yang kaya, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, ternyata masih menyimpan cerita kelam soal ketimpangan pembangunan. Baru-baru ini, pemerintah menetapkan Sambas sebagai bagian dari kawasan Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T). Sebuah status yang bikin banyak orang mengernyitkan dahi—kok bisa?
Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Sambas seharusnya jadi garda terdepan Indonesia di wilayah barat. Tapi nyatanya, infrastruktur jalan yang bolong-bolong, akses internet yang masih lemot, hingga layanan kesehatan yang terbatas jadi potret nyata kehidupan sehari-hari warga.
“Internet aja susah, Mas. Mau usaha online juga bingung. Padahal anak-anak muda di sini banyak yang kreatif,” kata Rian, warga kecamatan Paloh, salah satu titik perbatasan Sambas.
Apa Arti Masuk Daftar 3T?
Masuknya Sambas dalam daftar 3T sebenarnya bukan aib. Justru ini menjadi pintu masuk bagi perhatian dan dana pembangunan dari pusat. Status 3T membuka peluang bantuan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga penguatan ekonomi lokal.
Namun, kekhawatirannya: jangan sampai label 3T cuma jadi stempel tanpa aksi nyata. Masyarakat perbatasan butuh bukti, bukan janji.
Kenapa Sambas Bisa Masuk Daftar 3T?
Ada beberapa faktor penentu suatu daerah bisa dikategorikan 3T, mulai dari aksesibilitas, tingkat kemiskinan, kualitas SDM, hingga kondisi geografis. Sambas punya kombinasi semua itu—terutama soal akses dan pelayanan publik.
Meski letaknya strategis, nyatanya jalan penghubung antar kecamatan masih minim penerangan dan rusak di banyak titik. Banyak desa yang hanya bisa dijangkau lewat jalur sungai dengan waktu tempuh berjam-jam.
Waktunya Buka Mata: Perbatasan Butuh Afirmasi Nyata
Masuknya Sambas ke daftar 3T harus jadi alarm bagi pemerintah: pembangunan jangan terus-terusan tersentralisasi di kota besar. Perbatasan bukan halaman belakang, tapi beranda depan negara.
Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus duduk bareng—nggak cuma koordinasi, tapi benar-benar aksi. Mulai dari pembangunan jalan, internet masuk desa, layanan kesehatan keliling, hingga sekolah-sekolah layak bagi anak-anak Sambas.
Sebab, kalau perbatasan terus tertinggal, pertanyaannya bukan cuma “kenapa masih 3T?” tapi “apakah kita benar-benar ingin Indonesia maju merata?”