Teras Opini

Resistensi Klaim Tokoh Pemuda Jakarta Barat 

×

Resistensi Klaim Tokoh Pemuda Jakarta Barat 

Sebarkan artikel ini

Penulis : Ary Mustamiin Muadz (Pengamat Sosial & Politik).

Archipelagotimes.com – Jakarta Barat merupakan salah satu wilayah administratif DKI Jakarta dengan populasi padat dan dinamika pembangunan yang pesat. Namun di balik pertumbuhan tersebut, wilayah ini masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan kompleks.

Belakangan, sejumlah figur yang mengatasnamakan diri sebagai “tokoh pemuda Jakarta Barat” kerap muncul di media untuk menyampaikan dukungan atau apresiasi terhadap kebijakan pemerintah daerah. Ironisnya, suara-suara ini kerap tidak mencerminkan realitas pemuda di akar rumput. Tingginya angka pengangguran, minimnya ruang kreatif, serta maraknya tawuran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus disuarakan dengan jujur dan kritis.

Saya ingin mengutip risalah perjuangan Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Dinasti Umayyah yang dikenal sebagai pemimpin sederhana, reformis, serta menjunjung tinggi keadilan sosial dan musyawarah. Ia sering disebut sebagai “khalifah kelima” setelah Khulafaur Rasyidin karena keteladanannya dalam memimpin secara adil dan merakyat.

Namun berbeda dengan sosok Umar Abdul Aziz yang kini kerap muncul di media mengatasnamakan tokoh pemuda Jakarta Barat. Meski aktif dalam kegiatan sosial dan pergerakan sektoral, pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan lebih sering merepresentasikan kepentingan tertentu daripada memperjuangkan isu-isu mendasar kepemudaan.

Diksi “tokoh pemuda” seharusnya disematkan pada sosok yang benar-benar menjadi inspirasi, memiliki rekam jejak keberpihakan yang nyata, dan berdampak positif bagi pemuda di daerahnya. Ketika seorang figur lebih sibuk membangun citra, banyak pemuda lain yang tetap berjuang dalam diam—tanpa akses terhadap pendidikan, pelatihan, atau peluang kerja yang layak.

Klaim representasi pemuda harus diiringi dengan kerja nyata dan keberpihakan terhadap isu-isu krusial, bukan sekadar menjadi corong kekuasaan. Pemuda Jakarta Barat membutuhkan suara yang otentik—yang tumbuh dari dan untuk mereka.

Sudah saatnya pemuda Jakarta Barat bersatu dan bergotong royong membangun peradaban kepemudaan yang lebih inklusif dan progresif. Masih banyak persoalan yang perlu disuarakan secara terbuka dan ditindaklanjuti secara serius oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat, di antaranya:

1. Pengangguran Pemuda

Data BPS DKI Jakarta (2024) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) usia 15–24 tahun masih tinggi, termasuk di Jakarta Barat. Banyak lulusan SMA/SMK kesulitan memperoleh pekerjaan akibat ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri.

2. Minimnya Akses Pendidikan dan Pelatihan

Sebagian pemuda dari keluarga prasejahtera tidak melanjutkan pendidikan tinggi karena keterbatasan ekonomi. Sementara itu, program pelatihan kerja dari Dinas Tenaga Kerja belum tersebar merata atau belum tersosialisasi secara optimal di seluruh kecamatan.

3. Kurangnya Ruang Ekspresi dan Kreativitas

Fasilitas publik seperti ruang komunitas, studio seni, dan coworking space untuk pemuda masih sangat terbatas. Banyak pemuda aktif di media sosial, namun kurang diarahkan ke kegiatan produktif dan positif.

4. Tawuran dan Kriminalitas Remaja

Kasus tawuran remaja masih marak terjadi, khususnya di wilayah Tambora, Cengkareng, dan Kalideres. Menurut data Polres Metro Jakarta Barat (2024), sebagian besar pelaku adalah remaja di bawah 20 tahun yang tidak memiliki aktivitas produktif.

Jakarta Barat tidak kekurangan potensi pemuda yang hebat, namun perhatian dan kebijakan yang berpihak sangat dibutuhkan agar mereka bisa berkembang dan berkontribusi nyata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!