LINGKUNGAN

Data Tembakau Madura Amburadul, Pengusaha Lokal Keok Lawan Raksasa Rokok

×

Data Tembakau Madura Amburadul, Pengusaha Lokal Keok Lawan Raksasa Rokok

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Tembakau
Ilustrasi Tembakau

Archipelagotimes.com – Industri rokok lokal Madura kembali jadi sorotan. Ketua Umum APTMA (Asosiasi Petani Tembakau Madura), Holili, buka suara soal minimnya perhatian pemerintah—terutama dari Kementerian Pertanian—dalam menyusun data dan kebijakan berbasis wilayah untuk tembakau Madura.

“Bayangkan, data sebaran wilayah tembakau Madura terakhir cuma ada untuk tahun 2022. Tahun 2023 dan 2024? Nggak ada sama sekali,” kata Holili dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (27/5/2025).

Padahal, produksi tembakau Madura tahun 2022 saja mencapai 18 ton. Tapi karena datanya nggak dilanjut, arah kebijakan jadi gelap.

Tak hanya soal data, Holili juga mengeluhkan mahalnya harga pita cukai yang bikin pengusaha rokok lokal megap-megap bersaing melawan nama besar macam Djarum dan Sampoerna. Imbasnya? Rokok lokal tanpa cukai malah tumbuh jadi alternatif—yang ironisnya justru ditekan lewat razia dan tindakan represif di lapangan.

“Petani akhirnya jual murah ke perusahaan besar—Rp20 ribu sampai Rp40 ribu per kilogram. Sementara pengusaha lokal bisa bayar dua kali lipat, bahkan lebih. Tapi karena masalah cukai dan aturan, mereka nggak dikasih napas,” tegas Holili.

Untuk itu, APTMA mendesak agar pemerintah menetapkan tarif cukai khusus Golongan III bagi rokok lokal Madura, yakni Rp350–400 per gram. Tujuannya jelas: biar mereka bisa bersaing secara legal dan sehat di pasar nasional.

Dukungan pun datang dari Anggota Komisi XI DPR RI, Erik Hermawan. Ia menyayangkan perlakuan aparat terhadap pengusaha rokok Madura saat membawa produknya keluar pulau. “Seringkali mereka dirazia, padahal nggak jelas pelanggarannya apa. Harus ada solusi, bukan terus-terusan represif,” kata Erik.

Ia juga menyoroti pentingnya relaksasi aturan, terutama untuk rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang lekat dengan budaya Madura. “Kalau ngomongin pertumbuhan industri, pelaku usaha kecil jangan dipinggirkan. Apalagi ini nyangkut budaya dan ekonomi rakyat kecil,” tutup Erik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!